Translate

Senin, 14 Mei 2012

Dampak Limbah Batik dan Cara Pengolahan Limbah Batik

Print Friendly and PDFPrintPrint Friendly and PDFPDF
Dampak Limbah Batik Terhadap Lingkungan
Limbah sebagian besar berasal dari industri rumah tangga. Bahkan, sebagian industri rumahan membuang limbah ke sungai tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Perbuatan tersebut membuat air sungai menjadi kotor dan tercemar. Efek negatif pewarna kimiawi dalam proses pewarnaan oleh perajin batik adalah risiko terkena kanker kulit. Ini terjadi karena saat proses pewarnaan, umumnya para perajin tidak menggunakan sarung tangan sebagai pengaman, kalaupun memakai, tidak benar-benar terlindung secara maksimal.
Akibatnya, kulit tangan terus-menerus bersinggungan dengan pewarna kimia berbahaya seperti Naptol yang lazim digunakan dalam industri batik. Bahan kimia yang termasuk dalam kategori B3 (bahan beracun berbahaya) ini dapat memacu kanker kulit.
Selain itu, limbah pewarna yang dibuang sembarangan, juga bisa mencemari lingkungan. Ekosistem sungai rusak. Akibatnya, ikan-ikan mati dan air sungai tidak dapat dimanfaatkan lagi. Lebih dari itu, air sungai yang telah tercemar meresap ke sumur dan mencemari sumur. Padahal air itulah yang digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari.


Pengolahan limbah batik dapat dilakukan dengan 3 cara
1. Pengolahan Aerob
 Salah satu pengolahan secara biologi adalah dengan proses aerob menggunakan lumpur aktif. Pengolahan limbah cair secara biologis dengan menggunakan lumpur aktif pada dasarnya adalah pengolahan terhadap limbah cair sehingga memenuhi syarat bagi perkembangbiakan mikroorganisme ”bakteri” sebagai decomposer benda-benda organik yang terlarut dalam air dan membentuk lumpur aktif (activated slugde) dapat digunakan kembali untuk mengolah air yang masuk ke instalasi pengolahan. Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang mampu melaksanakan proses metabolisme benda-benda organik sehingga merupakan bagian yang terpenting dalam rantai makanan dan pengolahan air limbah. Bakteri akan mensintesis unsur-unsur organik yang terlarut dalam air tetapi tidak semua unsur organik dapat digunakan oleh bakteri, oleh sebab itu partikel-partikel organik berukuran lebih besar disintesa oleh protozoa.

2. Pengolahan Secara Anaerob
Pada prinsipnya proses pengolahan secara anaerob adalah mengubah bahan organik dalam limbah cair menjadi methane dan karbon monoksida tanpa adanya oksigen. Perubahan ini dilakukan dalam dua tahap dengan dua kelompok bakteri yang berbeda. Pertama, zat organik diubah menjadi asam organik dan alkohol yang mudah menguap. Kedua, melanjutkan perombakan senyawa asam organik menjadi methane. Zat methane tidak dapat menarik oksigen. Agar proses pembusukan anaerobik berfungsi sangat memuaskan kadang-kadang ditambahkan nitrogen dan fosfor. Selama proses operasi, udara tidak boleh masuk. Masuknya udara akan mempercepat produksi asam organik, menambah karbondioksida tetapi mengurangi methane. Pengaturan keasaman sangat perlu sebab zat methane sangat sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH diusahakan berkisar antara 6 dan 8 agar perkembangan mikroorganisme sangat pesat. Namun pada kecepatan produksi gas pengaruh variasi pH sangat nyata untuk lebih mengaktifkan kegiatan mikroba. Temperatur sangat berpengaruh, kecepatan fermentasi meningkat bila temperatur mendekati 30 0C.

3. Pengolahan Secara Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi merupakan pengadukan secara cepat untuk menggabungkan koagulan dengan air sehingga didapat larutan yang homogen. Koagulasi disebabkan oleh ion – ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan partikel koloid. Ion – ion tersebut berasal dari koagulan. Penambahan ion – ion yang mempunyai muatan yang berlainan akan menimbulkan ketidakstabilan partikel koloid. Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan menetralisasi muatan partikel koloid dan mampu untuk mengikat partikel koloid tersebut membentuk gumpalan flok. Efektivitas dari kerja koagulan tersebut tergantung pH dan dosis dari pemakaian dan sifat air limbah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar